May 1, 2014

Bagaimana Seharusnya PR Universitas Menggunakan Social Media?




Sebagai Sebuah institusi besar, sudah menjadi kewajiban bagi sebuah universitas memiliki divisi komunikasi atau kehumasan yang baik dan fungsional. Hal ini mengingat banyaknya jumlah dan jenis publik yang harus ditangani dalam sebuah universitas. Untuk salah satu universitas negeri di Indonesia saja memiliki jumlah mahasiswa hingga angka 30.000 dan itu belum termasuk jumlah staff dan stakeholder yang lain. Dengan jumlah yang sedemikian besar, penanganan komunikasi didalamnya akan menjadi suatu hal yang amat kompleks dan butuh penanganan yang well-organized.

Di-era teknologi seperti ini, hampir seluruh (bukan sepenuhnya) Public Relations (PR) memasuki tahap new-PR dengan istilah PR 2.0 atau juga istilah lain yang menyebutnya dengan cyber-PR dan mulai meninggalkan PR konvensional. Dengan tingginya tingkat ketergantungan teknologi komunikasi, terlebih dengan mudahnya mengakses internet di lingkungan universitas, membuat aliran komunikasi tidak dapat dibendung. Hal ini membuahkan suatu tuntutan penyampaian informasi dan penanganan permasalahan secara segera dan real-time. Salah satu platform yang memudahkan dalam penyampaian informasi secara cepat dan tepat adalah social media.

Saat ini, dimana hampir seluruh universitas memiliki kepekaan sosial, tapi banyak diantaranya belum benar-benar memegang 'inti' dari social media dan menyentuh nilai potensialnya. Social media memberikan peluang yang besar dalam mengikat calon mahasiswa baru, mahasiswa aktif, alumni dan anggota komunitas lainnya. Tidak sedikit universitas yang menyadari adanya potensi itu dan berani mengeksekusinya dengan baik sehingga memberikan keuntungan, contohnya pada artikel "Top 100 Social Media Colleges" dari Student Advisor dan "20 Colleges Making Good Use of Social Media" dari USA Today. Apakah universitasmu benar-benar baik dalam menggunakan social media?

Berikut adalah beberapa gagasan secara umum untuk membentuk social media universitasmu agar menjadi lebih hebat.

1. Atur Strategi Lintas-Kampus
Manajemen social media tidak akan bisa terjadi jika ada kejadian apapun atau kekosongan. Meskipun peran sosial media seringkali berada pada marketing atau communication office, tapi sangat penting bagi social media manager untuk memiliki relasi yang kuat dengan departemen lintas-kampus dan menjaga komunikasi secara konstan.

Ketika alumnus mem-publish sesuatu di Twitter bahwa dia baru saja mendapatkan pekerjaan yang bagus, social media manager dari almamaternya dapat mengetahuinya dengan cepat dan menyampaikan tweet ucapan selamat. Tapi apa yang terjadi setelah itu? Apakah social media manager memberitahu pada career center di universitasnya bahwa alumnus tersebut memiliki pekerjaan baru dan dimungkinkan menjadi mentor untuk mahasiswa (atau bahkan mengangkatnya menjadi staff)? Apakah social media manager meneruskannya pada bagian pengumpulan dana/pengembangan universitas bahwa alumnus yang sukses tersebut kemungkinan memiliki sumber finansial untuk memberi dana?

Coba pada contoh lain: Murid baru di SMA menanyakan pertanyaan pada laman Facebook universitas tentang program akademik dan menyebutkan bahwa dia tidak sabar untuk mendaftar dalam tiga tahun lagi. Apakah social media manager universitas menjawabnya dengan ramah, "Kami akan senang menerimamu!" atau memberitahu kantor admisi (penerimaan) bahwa murid baru SMA yang antusias ternyata  menyelidiki universitasnya melalui Facebook?

Dalam contoh ini, kebanyakan universitas akan menjaga dialog di social media, sedangkan bagi universitas yang berpikiran kedepan, akan menjaga perbincangan yang ada dan secara pro-aktif membantu departemen yang terlibat dalam meningkatkan wawasannya.

2. Sertai dalam Pendidikan dan Pelatihan
Memiliki banyak follower di Twitter dan memiliki skor Klout yang tinggi memang bagus, tetapi pengukuran yang lebih penting dari sukses tidaknya social media sebuah universitas adalah ketika alumni atau mahasiswa bisa menggunakan social platform tersebut untuk bisa saling berhubungan.

Coba gunakan Linkedin sebagai contoh. Dengan bursa kerja yang tidak menentu, membangun jaringan profesional adalah yang terpenting. Mahasiswa yang baru lulus seharusnya dapat dengan mudah menghubungkan diri dengan alumni yang sukses. Di sisi lain, alumni harus bisa berhubungan satu sama lain untuk kesempatan bekerja.

Meskipun secara fakta, meskipun beberapa universitas begitu membanggakan puluhan dari ribuan alumni di Linkedin, kebanyakan dari mereka tidak mengetahui bagaimana melakukan pencarian, bergabung dengan grup atau memperkenalkan diri. Hal ini membuat networking menjadi hal yang sulit.

Jawabannya adalah pelatihan dan pendidikan. Universitas yang progresif akan menawarkan workshop dan seminar tidak hanya untuk mahasiswa aktif, tetapi juga untuk alumni meskipun sudah lulus dalam hitungan dekade. Didalamnya memuat segalanya, mulai dari mencari alumni sampai etika dalam menyapa atau menulis pesan perkenalan. Universitas yang menawarkan pendidikan dan pelatihan memiliki jaringan yang kuat dan tajam dimana mahasiswa dan alumni bisa bertukar saran dan koneksi.

3. Libatkan Mahasiswa
Mahasiswa adalah "darah" dari institusi akademik dan mereka seharusnya berada dalam bagian dari strategi social media sebuah universitas. Mahasiswa memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan sesamanya, mendekati calon mahasiswa baru, dan menggetarkan hati alumni yang mengenang masa-masa kuliahnya. Sebagai bagian yang memahami kepribadian universitas dan akrab dengan aktivitas kemahasiswaan dan tradisinya, membuat memberikan mereka memiliki peranan penting dalam mempengaruhi, khususnya di social media.

Coba bayangkan dalam event kampus, mahasiswa banyak yang melakukan live-tweet, melakukan tanya-jawab online dengan calon mahasiswa baru, atau mewawancarai alumni yang sukses sebagai sebuah feature di YouTube. Sudah banyak universitas yang melibatkan mahasiswa dan mereka bisa dijadikan sebagai contoh. Kuncinya adalah,  administrator universitas sebaiknya "meregangkan diri" dan memberi sedikit kebebasan, mengikuti semangat mahasiswanya dalam mengekspresikan semangat dan kreativitas universitas.

4. Ajak Rektor atau Perwakilan Universitasmu di Social Media
Untuk universitas yang memiliki pemikiran "ketinggalan jaman", mungkin saran ini akan dianggap absurd. "Rektor sedang sibuk. Tak perlu lah memiliki akun Twitter!" Tapi pada kenyataannya, puluhan rektor ternyata sudah memiliki akun Twitter dan kebanyakan dari mereka sudah memanfaatkannya dengan baik.

Di UW-Madison, Perwakilan universitas, Biddy Martin "berkicau" ke lebih dari 5.000 follower berisikan event kampus dan pertemuan-pertemuan, dan akhir-akhir ini menanggapi dan mengomentari dari komunitasnya. Rektor Ohio State University, E. Gordon Gee "berkicau" kepada lebih dari 18.000 follower tentang pencapaian mahasiswa dan fakultas, berita universitas dan perspektif dirinya tentang apa yang terjadi di dunia belakangan ini.

Ketika tweet (atau blog) seorang rektor di-publish, dia baru saja membentuk transparansi dan pertanda minat yang sesungguhnya dalam berkomunikasi dengan komunitas universitas. Mulai dari tweet rektor tentang sarapan paginya hari ini, berbagi berita menarik dari rapat-rapatnya atau melemparkan pertanyaan ke komunitasnya untuk dijawab, menjadi bukti bahwa komentar-komentar yang ada membuat lingkungan universitas menjadi lebih ramah dan terbuka tentunya. Sebagai tambahan, hal ini membawa pesan pada nilai inovasi dan makna modern universitas dalam komunikasi.


Demikian adalah sedikit gagasan dalam memperkuat keberadaan social media di universitas. Menurut pengamatanmu,  bagaimana social media di universitasmu?


Faiz Ridhal Malik


Gambar dari google.com


Related Articles